Tuesday, October 6, 2015

Penglaju Kehidupan

KRL Jabotabek menyimpan romantika tersendiri. Para penglaju setiap hari menumpang kereta yang sama, bertemu orang-orang yang sama, menghirup pengap udara yang sama, merasakan panas di kulit jengat mereka yang sama, menyimpan kekhawatiran yang sama … copet. Kesepenanggungan dengan cepat mengikat persahabatan. Perbedaan agama, jenis kelamin, suku ... menjadi nisbi … hanya satu yang pasti: kotak baja yang melintas cepat antara Jakarta-Bogor adalah “rumah” mereka … setidaknya … selama satu jam perjalanan tiap pagi dan sore. Persahabatan antar penglaju tidak berhenti di pintu geser KRL. Silaturahmi berlanjut di luar kotak baja ... lima tahun sudah mereka menggelar ritual rutin sebulan sekali - ARISAN. Pada mulanya hanya satu penglaju yang kebetulan adalah sahabat saya - menjadi peserta arisan. Seiring berjalannya waktu, dia mengajak teman-temannya yang lain baik penglaju maupun bukan penglaju. Saat ini tercatat sekitar empat puluh peserta. Di luar acara rutin bulanan tentu saja komunitas kecil ini ikut merayakan ulang tahun, perkawinan, sunatan dan momen-momen bahagia lainnya. Simpati dan empati segera mengalir kala musibah Hari ini aku menjamu ARISAN penglaju KRL Jabotabek gerbong ketiga dari belakang. Kegembiraan berlipat karena ulang tahunku pun dirayakan. Tikar digelar, beras ditanak, lauk dimasak, doa dipanjatkan, lilin ditiup, nomer diundi. Akademisi, bapak-ibu muda dengan anak-anaknya yang lucu-lucu, berkumpul bercanda lepas bebas tanpa sekat-sekat artifisial. bukankah kita semua penglaju kehidupan? Meruya 30 Mei 2005