Thursday, July 5, 2012

Urat Malu vs Urat Rasa Bersalah

Setelah mandi di danau dua orang sadar bahwa pakainnya telah di curi orang. Yang satu berlari secepat mungkin kembali ke desa dengan menutupi kemaluannya. Yang satu melenggang santai dengan menutupi seluruh wajahnya dengan handuk.

Dalam percakapan sehari-hari, sering kita mendengar ungkapan "urat malunya sudah putus." tapi jarang kita mendengar ungkapan "urat rasa bersalahnya sudah putus." Ungkapan ini mengingatkan saya pada analisis klasik tentang "Shame Culture" vs "Guilt Culture." Terus terang saya belum pernah membaca tulisan aslinya, namun saya memberanikan diri untuk mengangkat masalah ini karena menurut saya ini relevan dengan isyu pemberantasan korupsi yang sedang marak akhir-akhir ini.

Urat Malu

Dalam masyarakat di mana budaya malu dominan, maka citra diri di mata orang lain memiliki pengaruh lebih kuat dalam membentuk perilaku seseorang tersebut dibanding nilai-nilai internal yang diyakininya. Tabel berikut memberikan skema tentang bagaimana budaya malu mempengaruhi perilaku seseorang. Tidak ada masalah jika citra diri di mata orang lain dan citra diri di mata diri sendiri sejajar. Masalah timbul ketika hal sebaliknya yang terjadi.



sumber: http://www.doceo.co.uk/background/shame_guilt.htm

Perhatikan bahwa budaya malu dapat menjadi cek kosong untuk melakukan perbuatan yang salah asal tidak diketahui orang lain. Sebaliknya, jika dia yakin benar tapi dipermalukan orang lain, dia akan menarik diri dan bersembunyi atau dia melakukan tindakan kriminal untuk menutupi rasa malunya atau demi mengembalikan kehormatannya. Dalam budaya malu juga hampir tidak mungkin bagi seseorang untuk mengakui kesalahannya di hadapan publik. Dalam kasus ekstrim, kritik terbuka adalah tabu.

Budaya malu banyak dijumpai dalam masyarakat kolektivis. Misalnya, di Madura dikenal adat carok. Jika ada yang dipermalukan, biasanya terkait dengan perselingkuhan, maka pria yang diselingkuhi akan membunuh lelaki yang menyelingkuhi istrinya dengan celurit. Pelaku carok biasanya menyerahkan diri ke Polisi setelah membunuh saingannya. Tradisi Siri Bugis dengan pepatahnya "jika badik tealh dicabut, pantang disarungkan sebelum bersimbah darah" juga menggambarkan hal ini. Saya juga tertarik dengan sinetron-sinetron reliji, di mana di akhir cerita biasanya sang tokoh jahat dipermalukan di hari kematiannya. Menurut saya ini juga menunjukkan kuatnya pengaruh budaya malu.

Di negara lain, "honour killing" [http://en.wikipedia.org/wiki/Honor_killing] pembunuhan salah satu anggota keluarga karena anggota keluarga tersebut mempermalukan keluarga sering ditemukan di Timur Tengah. Tradisi Harakiri di Jepang juga didorong oleh budaya malu ini. Di negara di mana budaya malu tidak dominan terdapat juga 'sub-culture' yang didominasi budaya malu, Mafia misalnya.

Bagaimana mereka yang hidup dalam budaya malu bereaksi jika dipermalukan? Mereka akan mendistorsi realitas dengan cara apapun untuk melindungi dirinya dari hancurnya "self esteem." Salah satunya adalah dengan menyalahkan orang lain, atau mencari yang lebih inferior dari dirinya sebagai batu pijakan untuk mengangkat kembali kehormatannya. Contoh yang sering diajukan adalah perlakuan buruk terhadap perempuan untuk mendongkrak ego laki-laki dalam budaya patriarkat (yang sering kali bersinggungan denga budaya malu).

Urat Rasa Bersalah

Kalau dalam budaya malu kata kuncinya adalah "saya buruk" (di mata orang lain) dalam budaya rasa bersalah kata kuncinya adalah "perilaku saya buruk" Budaya rasa bersalah itu terutama tentang perilaku dan tindakan, sementara budaya malu itu tentang citra diri.

Dalam masyarakat yang berbudaya rasa bersalah, maka orang yang yakin tidak bersalah, namun dituduh bersalah akan berjuang secara agresif namun tidak akan menggunakan cara-cara kriminal, karena cara kriminal hanya menggeser rasa bersalah yang satu ke rasa bersalah yang lain. Sebaliknya dia akan tetap memegang komitmennya mempertahankan nilai-nilai moral kendati tidak ada seorangpun yang mengetahui. Masyarakat di mana budaya rasa bersalah dominan biasanya memperhatikan kebenaran, keadilan dan hak-hak individu.

No comments:

Post a Comment