Friday, April 4, 2014

Catatan singkat mengapa saya tidak golput

Sebagai orang yang mengaku rasional, tentu saya harus mempunyai alasan rasional mengapa saya memilih. Secara sepintas, intuisi saya mengatakan: apatah arti suara saya dibanding suara ratusan juta pemilih? Sungguh gede rasa jika saya mengira pilihan saya menentukan hasil akhir pemilu. Pilihan saya bagaikan setetes air di danau Sunter. Lantas untuk apa saya datang ke bilik suara. Tapi intuisi kadang menyesatkan

Kalkulasi Individu

Pertanyaan pertama yang harus saya jawab: berapa persisnya probabilitas suara saya menentukan hasil pemilu? Jawaban kualitatitifnya adalah sangat sangat kecil. Mengapa demikian? karena satu suara saya hanya menentukan jika hasil pemilu seri (tie election). Jadi probabilitas suara saya menentukan sama dengan probabilitas terjadinya hasil pemilu seri.  Sebagai ilustrasi, probabilitas satu suara menentukan untuk 1 juta pemilih  dengan 2 kandidat, itu hanya 0,00000782. Sangat gede rasa bukan kalau mengira suara saya bisa menentukan hasil pemilu?

Langkah kedua setelah menentukan probabilitas suara saya menentukan adalah menghitung berapa expected benefit dari pilihan saya? Seandainya saya pemilih sekaligus caleg, maka manfaat yang akan saya peroleh jika saya terpilih adalah gaji anggota legislatif sekitar Rp. 50 juta. Dalam 5 tahun berarti keuntungan yang saya peroleh adalah Rp. 50 juta x 12 x 5 = Rp. 3 milyar. Tapi itu baru angan-angan, dalam arti nilai sebesar itu hanya akan saya terima jika saya terpilih sebagai caleg; kalau saya tidak terpilih, keuntungan moneter dari pilihan saya nol.

Bagaimana mengkuantifisir suatu manfaat yang tak pasti? tentunya manfaat tersebut harus ditimbang dengan probabilitasnya. Jadi expected benefit pilihan saya sama dengan probabilitas pilihan saya mentukan hasil pemilu dikalikan manfaat yang saya peroleh jika saya terpilih =  0.00000782 x Rp. 3.000.000.000 = sekitar Rp. 23.000. Masih tetap kecil bukan? padahal itu hitung-hitungan hipotetikal untuk caleg yang akan mendapat gaji Rp. 50 juta/bulan dengan jumlah pemilih hanya 1 juta orang. Untuk non- caleg dengan jumlah pemilih ratusan juta, expected benefit-nya jauh lebih kecil lagi, mungkin hanya senilai koin recehan.

Manfaat Sosial

Namun mengapa hanya menghitung keuntungan individu? Saya juga puas jika kesejahteraan orang lain meningkat berkat pilihan saya. Karena saya perduli dengan manfaat pilihan saya bagi orang lain, manfaat bagi orang lain itu harus masuk juga dalam kalkulasi biaya-manfaat saya. Kalau dinyatakan dalam rumus:

Manfaat saya memilih = p*(Mp + a*N*Ms)

p  = probabilitas pilihan saya menentukan
Mp = manfaat pribadi
Ms = manfaat sosial
a = parameter kepedulian sosial yang nilainya antara 0 dan 1. 0 jika saya sangat egois, 1 jika saya sangat perduli orang lain
N =  populasi

Bagaimana hitungan kongkritnya?

Penduduk Indonesia sekarang sekitar 250 juta orang, jadi N = 250 juta. Katakan jika kandidat idola saya terpilih sebagai presiden saya perkirakan pendapatan masyarakat akan meningkat lebih banyak 1 juta rupiah per kepala dibanding kalau kandidat lain yang terpilih, jadi Mp=Ms= 1 juta. Saya senang jika bukan hanya saya yang menikmati hasil pilihan saya; katakan parameter kepedulian sosial saya  0.2.  Terakhir, saya hitung probabilitas suara saya menentukan hasil pemilu. Saya perkirakan jumlah pemilih sekitar 100 juta. Probabilitas suara saya menentukan untuk jumlah pemilih sebesar 100 juta adalah 0.0000000782. 

Jika angka-angka itu dimasukkan dalam rumus maka:

Manfaat =   0.0000000782*(Rp.1 juta + 0.2*250 juta*Rp. 1 juta)
              = Rp. 3,910,000  

Manfaat itu jauh di atas biaya yang harus saya keluarkan untuk datang ke bilik suara. Datang ke bilik suara itu bermanfaat, juga menyenangkan. Setidak menurut hitung-hitungan saya pribadi. 

1 comment: