Saturday, June 22, 2013

Analogi Utang Luar Negeri Pemerintah dan Utang Rumah Tangga


Sering baca dikoran, utang luar negeri Indonesia membengkak sekian trilyun, lantas para politisi menakut nakuti secara berlebihan.

Bagaimana sebetulnya hitung-hitungan utang pemerintah itu? tentu saja sangat kompleks, namun analogi berikut ini mungkin bisa membantu kita memahami esensi utang.

Katakan seseorang memiliki profil gaji dan tekor rumah tangga seperti ini:  
  • gaji: 120 juta/tahun. Ini analog dengan PDB nominal 
  • kenaikan gaji: 12%/tahun. Ini analog dengan pertumbuhan PDB nominal 
  • tekor rumah tangga (di luar pembayaran bunga) = 2% dari gaji/tahun. Ini analog dengan defisit primer dalam APBN
  • tekor 2% gaji itu ditutup dengan utang. Ini analog dengan utang luar negeri pemerintah
  • bunga bank = 6%/tahun. Ini analog dg suku bunga nominal utang pemerintah 

***

Dengan defisit terus menerus setiap bulan sebesar 2% dari gaji, bagaimana utang orang itu dalam jangka panjang? apakah akan membengkan tidak terkendali? Jawabannya tidak, karena kenaikan gaji orang itu lebih besar dari bunga bank yang dibayarkan.

Rumus untuk menghitung besarnya proporsi utang seseorang dalam gaji dalam jangka panjang adalah sebagai berikut:

utang/gaji = (defisit rumah tangga)/(pertumbuhan gaji - bunga bank)

Kalau data-data di awal tulisan dimasukkan dalam rumus di atas. maka besarnya rasio utang gaji orang tersebut dalam jangka panjang seperti ini:

utang/gaji = 2/(12-6) = 33%

Dalam jangka panjang nilai nominal utang akan membesar terus, namun karena gaji juga terus meningkat tiap tahun, maka rasio utang terhadap gaji orang tersebut akan stabil di level 33%

Mengapa demikian? karena gali lubangnya 2%, namun tutup lubangnya lebih besar, yaitu kenaikan gaji setelah dikurangi pembayaran bunga = 12%-6% = 6%  

Rentan terhadap Gejolak

Namun perhatikan juga rasio utang orang tersebut akan dengan cepat membengkak jika empat hal ini terjadi, baik sendiri2 atau sekaligus:
  • defisit rumah tangganya membengkak (misalnya: mendadak sakit dan memerlukan perawatan yang mahal)
  • pertumbuhan gajinya mendadak anjlok (misalnya: karena dipecat)
  • suku bunga pinjaman menjadi mahal (misalnya, tidak bisa lagi pinjam ke bank dan harus utang ke rentenir)
  • khusus untuk utang dalam dollar, maka utang bisa membengkak jika dollar mendadak jadi mahal 
Catatan Akhir

Analogi utang rumah tangga di atas mungkin bisa memberi gambaran umum pengelolaan utang luar negeri dan membantu untuk tidak menyikapi utang luar negeri secara emosionil. Pertama, besarnya nilai nominal utang bukan ukuran yang tepat untuk menilai baik buruknya pengelolaan utang; ukuran yang tepat adalah rasio utang terhadap PDB. Kedua, kendati rasio utang dapat dijaga di level rendah, namun rasio utang bisa tiba tiba membengkak karena gejolak ekonomi. Ketiga, terkait dengan point kedua. Indonesia tidak boleh lengah dalam mengelola utang. Untuk menghindari resiko membengkaknya utang, maka perlu terus dijaga agar
  • tidak terjadi defisit anggaran yang tidak terkendali; misalnya membengkaknya defisit anggaran untuk pengeluaran subsidi BBM
  • bagian terbesar penerimaan dari utang luar negeri disalurkan untuk hal-hal produktif bukan untuk konsumsi, misalnya subsidi untuk konsumsi BBM. Dengan menyalurkan penerimaan utang untuk hal-hal yang produktif, misalnya pengeluaran untuk infrastruktur, maka pertumbuhan ekonomi bisa dijaga tetap tinggi
  • bunga utang pinjaman dijaga tetap rendah. Bunga utang akan meningkat jika resiko pembayaran bunga dan cicilan memburuk. Jika kesehatan APBN memburuk, maka investor akan menuntut bunga pinjaman yang lebih tinggi    
  • tidak terjadi lonjakan nilai dolar secara berlebihan. Nilai dolar akan menguat (menjadi makin mahal) jika defisit neraca perdagangan memburuk. Sekali lagi, meningkatnya impor BBM telah menyebabkan defisit neraca perdagangan dan mendorong naik nilai tukar rupiah     
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, masyarakat diharapkan bersikap rasional dan tidak emosional ketika menyikapi utang luar negeri Indonesia. Kuncinya pada pengelolaan utang yang hati-hati

1 comment: